Jika ketika Anda mendengar kata Psikopat, maka apakah yang terlintas
di dalam benak Anda? Jika yang terlintas dalam benak Anda adalah sosok pembunuh
berdarah dingin maka cepat-cepatlah buang pemikiran itu jauh-jauh sekarang,
mungkin ada benarnya, namun ternyata belum tentu psikopat adalah seorang
pembunuh.
Psikopat dalam ilmu psikologi merupakan bentuk
gangguan kepribadian, dimana penderita bertendensi narsistis dan juga
antisosial. Seorang psikopat tidak pernah mengakui atau merasakan
bahwa dirinya sakit atau memiliki gangguan, mereka memiliki kepercayaan diri
berlebih (narsistis) sehingga mampu mempengaruhi orang lain, tidak merasa
bersalah atau menyesal atas setiap tindakannya karena memiliki rasionalisasi
pembenaran terhadap perilakunya.
Korban-korban mereka juga bukanlah orang yang cenderung
bodoh, dalam buku without conscience, Robert Hare, seorang yang mengabdikan
sebagian hidupnya untuk studi tentang psikopat, menyebutkan bahwa dirinya yang
merupakan seorang psikolog pernah menjadi korban dari teror seorang psikopat
saat dirinya sedang bertugas sebagai psikolog di penjara. Hal tersebut
dilakukan oleh seorang napi yang menjadi pasiennya.
Kemampuan psikopat dalam memanipulasi korban
cenderung sangat lihai dan sulit untuk terdeteksi. Memang ada
banyak psikopat yang sudah ditangkap dengan berbagai macam kasus mulai dari
pembunuhan, penipuan, pemerkosaan, penganiayaan, pencurian, kekerasan, dan
berbagai bentuk tindak antisosial lainnya, namun diluar sana ternyata 80%
psikopat masih beredar bebas dan hidup disekitar kita (sumber: without
conscience- Robert Hare).
Para psikopat memang sulit untuk diperkirakan dan
juga tidak mudah untuk ditebak tindak-tanduknya, berbeda
dengan jenis penyakit kejiwaan lain seperti skizofrenia yang cenderung terlihat
dengan jelas ciri-cirinya pada seorang penderita seperti menarik diri dari
lingkungan sosial, mengalami waham, halusinasi. Sedangkan para psikopat, mereka terlihat baik
dan normal sehingga mereka dapat diterima oleh masyarakat bahkan hingga
dilapisan tingkat sosial yang paling tinggi sekalipun seperti menduduki suatu jabatan
penting dalam pemerintahan.
Dalam sebuah Surat kabar online (Tempo Interactive : Psikopat disebabkan Masalah Psikososial dan Biologis)
menyebutkan bahwa psikopat disebabkan oleh masalah psikososial dan biologis.
Dalam artikel tersebut seorang psikiater, Dr. Limas Sutanto, mengatakan bahwa
psikopat merupakan gejala seseorang yang mengalami gangguan kepribadian
antisosial. Hal ini ditandai dengan adanya keengganan untuk mentaati
norma-norma sosial umum yang biasanya ditaati orang dewasa ditengah kehidupan
sehari-hari. Penyebab gangguan ada dua yaitu psikososial dan biologis.
Faktor psikososial diantaranya berbentuk rasa takut
seseorang untuk menjalin hubungan yang dekat dengan sesama manusia yang
berakibat munculnya perasaan cemas, takut dan khawatir secara berlebihan.
Sedangkan dari faktor biologis terjadi karena adanya perubahan pada psikis
kimiawi tubuh yang disebabkan oleh ketakutan, rasa cemas, frustasi, pada
seseorang. Rasa cemas itu muncul karenanya ada kegagalan dalam struktur
kepibadian yang bernama super-ego, katanya.
Namun pendapat bahwa psikopat ditentukan oleh dua faktor
yang saling menunjang kurang disetujui oleh Robert Hare, dimana
didalam buku without conscience beliau mengatakan bahwa penyebab dari
kemunculan psikopat masih belum bisa diprediksi secara pasti, apakah hal
tersebut merupakan pengaruh dari faktor eksternal (kehidupan sosial,
lingkungan) ataukah faktor internal (genetik, kerusakan fungsi otak), mungkin
juga campuran dari keduanya. Walau kini sudah banyak ahli yang menyetujui
(dengan pengamatan yang mendalam tentunya) bahwa faktor eksternal dan internal
saling mempengaruhi dalam menjadi penyebab munculnya pribadi psikopat.
Wajar jika seseorang
khilaf, melakukan kesalahan dan pelanggaran, lalu setelah itu insyaf, menyadari
kesalahannya dan menyesal. Tetapi didalam diri seorang psikopat selalu ditemui
khilaf saja tanpa pernah insyaf. Mereka selalu kambuh untuk melakukan kesalahan
yang sama dan diulang-ulang tanpa pernah belajar dari apa yang pernah mereka
alami. Sebagai contoh kebanyakan dari para residivis kambuhan
merupakan individu dengan kepribadian psikopat karena mereka tidak pernah kapok
ditangkap serta keluar-masuk penjara.
Psikopat bersikap
manipulatif serta penuh dengan daya pikat. Hal ini ditunjang oleh kemampuan
mereka dalam menemukan titik lemah dalam kepribadian korbannya, yang dengannya
mereka dapat memanipulasi korbannya agar dapat diperlakukan sesuai dengan
kehendak mereka. Mereka tidak memiliki empati, buta secara emosi dan hanya
mengandalkan pikiran murni. Mereka cacat secara moral, cacat karena tidak
memiliki mata hati dan kepekaan dalam emosi.
Dalam hal emosi seorang psikopat diibaratkan seperti manusia
yang buta warna sedang mengendarai mobil dijalan dan kemudian bertemu dengan
lampu merah, mungkin ia mampu mengetahui dimana letak lampu hijau, kuning atau
merah walaupun ia tidak mengetahui apa warnanya. Letak lampu untuk mewakili
pikiran dan warna lampu mewakili emosi, dengan kata lain mereka adalah pribadi
yang tidak mampu merasakan penderitaan orang lain yang menjadi korbannya.
Mereka tidak bisa mencerna nada emosi dalam suatu pembicaraan, sehingga setiap
kata apa yang mereka dengar selalu serupa dengan artian kamus yang dangkal.
Seseorang psikopat cenderung sangat sulit untuk bisa
disembuhkan bahkan beberapa ahli mengatakan bahwa hal itu adalah mustahil untuk
bisa dilakukan. Walaupun ada yang pernah memberikan terapi kelompok dalam
menyelesaikan masalah ini, ternyata hal tersebut dapat dikatakan sia-sia,
bahkan membuat mereka menjadi semakin berbahaya dikarenakan mereka mempelajari
trik-trik baru dalam bersosial melalui terapi kelompok yang diberikan.
Yang menjadi kekuatan
psikopat terhadap korbannya adalah dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan,
entah itu rasa percaya diri, harga diri, dan juga kelemahan-kelemahan lain yang
terdapat dalam diri korban, mereka memanfaatkannya untuk dapat mengendalikan
korban secara fisik dan mental, sehingga korban merasa hancur dan putus asa
dalam menjalani kehidupannya tanpa disadari.
Cara yang terbaik untuk mensikapi hal ini adalah dengan
pengenalan diri yang baik pada diri calon korban, ketika seseorang mengetahui
apa saja titik lemah yang ada dalam kepribadiannya maka ia dapat mewaspadai
setiap usaha psikopat untuk mengambil keuntungan darinya. Mungkin mereka datang
dengan berbagai macam cara yang telah mereka manipulasi dan palsukan, namun jika
seseorang lebih mengenal siapa dirinya dan ditunjang dengan kekuatan mental
yang baik maka para psikopat tidak memiliki kesempatan untuk melakukan
kejahatan terhadap sang calon korban. Tetaplah waspada. (Amarilldo)
Sumber: